Pertanian Sintropi: Sebuah Inovasi dalam Agroekologi
Pertanian adalah salah satu contoh intermuka antara manusia, alam, dan teknologi. Namun, inovasi dalam pertanian seringkali diasosiasikan hanya dengan satu komponen: teknologi, khususnya perkembangan, penggunaan, dan aplikasi. Dalam hal ini, ruang inovasi dalam pertanian bergeser dari penekanan pada teknologi — bertujuan mencapai target ekonomi berkaitan dengan produktivitas, menuju penekanan pada hubungan antara manusia dengan alam — bertujuan mencapai keseimbangan yang lebih besar antara target sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pergeseran ini mendapatkan daya tarik di Abad 21, dimana sebagian besar adalah respon terhadap batasan yang diberlakukan oleh Antroposen. Karena itu, banyak dari berbagai cabang agroekologi muncul sebagai invoasi yang penting. Salah satunya adalah pertanian sintropi sebagai studi kasus dalam pendekatan inovatif pertanian berkelanjutan. Pertanian sintropi ini dapat dikembangkan dan telah banyak diadopsi oleh petani Brazil dan banyak negara lain. Pertanian ini berhasil mencapai target produktivitas, sembari mendukung suksesi dan regenerasi ekosistem. Pola ini dihasilkan dari kombinasi rasional yang memadukan ilmiah dan pengetahuan tradisional — sebuah praktik yang tidak berdampak atau teknologi berdampak rendah, dan filosofi yang memahami alam sebagai satu kesatuan dan saling bergantung.
Lahan pertanian (tumbuhan dan ternak) dilaporkan mencakup sekitar 4,9 miliar hektar atau 38% dari permukaan bumi. Perluasannya telah mempengaruhi seluruh biosfer dan menjadi salah satu pendorong utama dari rangkaian peristiwa fisik, kimia, biologis yang menyebabkan planet ini memasuki Antroposen — era dimana aktivitas manusia berdampak terhadap sistem alam yang mendukung kehidupan di bumi secara berlebihan melebihi ambang batas. Misalnya, pertanian diasosiasikan dengan penurunan spesies dan ekosistem, menyumbang lebih dari 10% emisi gas rumah kaca, meninggalkan jejak air yang besar (70% dari penggunaan air tawar global), dan penggunaan lahan, menimbulkan polusi air dan udara melalui gangguan global siklus nitrogen dan fosfor. Selain itu, banyak sistem pertanian memiliki resiliensi rendah terhadap perubahan iklim, terutama di belahan bumi bagian selatan, dimana menyebaban konflik sosial yang intensif. Namun, pertanian tetap penting untuk keamanan pangan global. Mungkin karena hasil ini dan juga dampak skalanya, pertanian tetap sebagai salah satu tantangan paling menonjol yang dihasilkan dari interaksi antara manusia dan alam melalui teknologi. Selama berabad-abad pula, inovasi pertanian banyak berkaitan dengan teknologi, dengan tujuan mencapai target ekonomi yang berkaitan dengan produktivitas.
Inovasi Sepanjang Sejarah
Inovasi bisa terjadi di tingkat produk atau proses. Dalam pertanian, inovasi terjadi pada produksi atau pengorganisasian sistem pertanian-pangan. Dari pertanian zaman kuno hingga abad pertengahan, pengorganisasian bergeser dari nomaden menuju sedenter hingga sistem pertukaran barang. Secara paralel, praktek produksi baru juga muncul, mulai dari tebas-bakar atau peladangan, bajak, irigasi hingga rotasi tanam dan bera. Di zaman modern, terdapat intensitas yang tinggi dalam pengorganisasisan pertanian. Pertumbuhan ekonomi, komersil, dan pasar memicu perubahan dalam sistem produksi. Industrialisasi dan spesialisasi diubah berdasarkan prioritas dalam produksi dan konsep barang yang dipengaruhi langsung oleh manajemen produksi. Dalam kurun waktu 200 tahun terakhir, inovasi baik dari sisi produksi maupun pengorganisasian bergerak cepat karena didukung oleh sains dan teknologi (seperti varietas dengan hasil tinggi, pestisida, pupuk, mekanisasi dan infrastruktur), dan menghasilkan hasil panen yang meningkat drastis. Disisi lain, inovasi ini justru sebagian besar berkaitan dengan awal mula Antroposen. Menariknya, dari tahun 2010 hingga 2017, FAO banyak berfokus pada pertanian cerdas iklim, intensifikasi produksi pangan berkelanjutan, dan pertanian konservasi, dimana semuanya digerakkan oleh teknologi. Hanya beberapa tahun terakhir saja, FAO mulai menyorot peran agroekologi dalam membantu pergeseran sistem pertanian pangan menuju jalan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Namun, beberapa pendapat menjelaskan bahwa agroekologi masih diperlakukan sebagai suatu alat dalam lingkup pertanian industri.
Walaupun agroekologi muncul sebagai praktek tapi juga sebagai sains, komponen inovasinya banyak berkaitan dengan hubungan manusia dan alam dibanding teknologi (Tabel 1). Buktinya, hubungan antara interdisipliner dan transdisipliner (agronomi, juga ekologi, ekonomi, dan sosiologi), dan praktek langsung di lapang dalam agroekologi. Singkatnya, seringkali agroekologi diklaim memacu dialog antara pengetahuan konvensional dan tradisional, dan mengaitkannya dengan sosial (seperti kesetaraan gender dan ras, kedaulatan pangan), dan lingkungan (seperti konservasi agrobiodiversitas, perlawanan terhadap pestisida, dan gerakan akar rumput).
Sintropi dalam Agroekologi
Ada banyak sekali istilah yang merujuk pada praktik dan sistem dalam agroekologi, seperti agroforestri, pertanian biologis, pertanian holistik, pertanian alami, pertanian organik, permakultur, pertanian regeneratif, dan lainnya. Namun, agroekologi secara keseluruhan dapat dibedakan menjadi dua kubu: agroekologi yang menyesuaikan (sebagai alat untuk menyesuaikan diri dalam pertanian industri atau teknologi), dan agroekologi yang mentransformasi (merubah sistem pangan dan agraria berdasarkan perspektif kesetimbangan hubungan manusia dan alam). Walaupun demikian, agroekologi masih menghadapi permasalahan dalam hal skalabilitas, adaptasi dengan teknologi dan tantangan terkait volume produksi (Tabel 2). Pertanian sintropi (berkembang lebih dari 45 tahun oleh petani Swiss Ernst Götsch, yang tinggal di Brazil sejak 1982) menawarkan solusi dalam permasalahan skalabilitas pertanian berkelanjutan.
Pada tahun 1993, pertanian sintropi mulai menyebar di kalangan petani Brazil melalui pelatihan dan internet (agendagotsch.com; lifeinsyntropy.org). Diperkirakan ada sekitar 5000 keluarga petani yang telah mengadopsi praktek ini diseluruh negeri, dan mulai menyebar ke negara Amerika Latin (Bolivia, Kolombi, Cili, Meksiko), Kepulauan Karibia (Martinique, pulau Curaca), Eropa (Portugal, Spanyol, Prancis, Jerman, Itali, Yunani), Afrika (Mozambik), dan Oseania (Australia). Pertanian sintropi mengandung banyak elemen yang ada di agroekologi, seperti tanpa kimia, teknologi tanpa dampak atau berdampak rendah, dan desain yang kuat berdasarkan suksesi ekologi. Namun, yang membedakan dari praktek agroekologi lainnya adalah menjadikan konsep sintropi sebagai dasar utama, baik sebagai interpretasi mekanisme kehidupan dan sebagai bentuk proses pengambilan keputusan dalam manajemen di lahan. Sintropi dikatakan sebagai bentuk komplementer dari entropi, yang pertama kali muncul sebagai konsep ilmiah tahun 1952 dalam publikasi “Teori Kesatuan Dunia Fisika dan Biologi” oleh Matematikawan Itali Luigi Fantappiè. Menurut Fantappiè, entropi mengatur dunia mekanis dan fisik, sedangkan sintropi mengatur dunia biologis. Sebelumnya, entropi juga dikaitkan dengan proses disipasi (hilangnya) energi, sedangkan sintropi sebagai konsentrasi energi. Sejalan dengan hal tersebut, Ernst Götsch beranggapan bahwan sintropi dan entropi tidak berlawanan, tapi saling melengkapi, sebagai inspirasi dan ekspirasi dalam siklus respirasi.
Secara umum, inovasi pertanian berfokus pada bagaimana meningkatkan efisiensi proses entropi dalam deasimilasi dan simplifikasi (ekspirasi), dan mencurahkan sedikit perhatian pada apa yang terjadi di area yang kosong (inspirasi), dimana aktivitas tiap generasi tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme memberikan gambaran lingkungan yang lebih kompleks untuk generasi berikutnya. Organisme yang berperilaku sebagai sistem terbuka yang mengatasi kecenderungan untuk meningkatkan entropi dengan mengubah sumber daya lingkungan (makanan, oksigen, air) menjadi pertumbuhan, reproduksi, dan diferensiasi. Kapasitas yang dimiliki oleh sistem biologis, direfleksikan ke dalam hierarki tingkat pengorganisasian yang lebih luas melalui proses evolusi, seperti dalam modifikasi dan adaptasi garis keturunan terhadap lingkungan yang selalu berubah. Proses ini mencapai puncaknya dengan kemunculan suatu struktur organisasi biologi kompleks di planet bumi. Pendek kata, entropi mengatur transformasi termodinamika yang melepaskan energi dengan mengorbankan kompleksitas, sedangkan sintropi mengumpulkan dan mengatur energi, seperti molekul organik yang menghasilkan diferensiasi dan kompleksitas.
Ketika sintropi diaplikasikan dalam pertanian, terdapat dua proses utama yang terinspirasi dari alam yakni suksesi alami dan stratifikasi. Introduksi keanekaragaman tumbuhan dalam sistem budidaya dalam ruang dan waktu memfasilitasi suksesi dan menghasilkan stratifikasi dengan kerapatan vegetasi yang berbeda di semua tahap secara berurutan. Lapisan vegetasi berarti lapisan fotosintesis. Perbedaan bertahap dalam distribusi lapisan, dimana lebih padat di bawah dan jarang di lapisan bagian atas, bekerja sebagai penyerap panas, gradien suhu membantu menjaga kelembaban tanah. Optimasi kepemilikan lapisan dengan mengombinasikan tutupan tanah konstan mampu menekan pertumbuhan tanaman invasif. Petani sintropi akan mereplikasi dan mengakselerasi proses alami regenerasi ekosistem, dimana mereka meletakkan tiap tanaman budidaya ke dalam posisi ruang (strata) dan waktu (suksesi) yang benar. Pertanian sintropi bergantung pada suksesi ekologi dan stratifikasi sebagai pengganti pupuk dan pestisida. Dengan kata lain, pertanian sintropi berlandaskan proses, sedangkan praktek pertanian konvensional dan organik berlandaskan pemasukan dari luar.
Untuk mengakomodasi koeksistensi dan manajemen beragam spesies, dalam kerangka konseptual pertanian sintropi, kooperasi dan hubungan tanpa syarat, sebagaimana dijelaskan oleh Ernst Götsch, memainkan peranan penting dibanding kompetisi. Konsep-konsep ini menantang individualisme dan kepentingan pribadi suatu spesies, menjadi sepenuhnya tunduk pada fungsi ekosistem. Hubungan dalam artian tersebut, menempatkan manusia sebagai bagian dari strategi ekosistem untuk meningkatkan energi, menjadikan sintropi sebagai premis.
Sebagian besar praktek pertanian dalam sejarah mengungkapkan paradoks dan kontradiksi antara pemenuhan kebutuhan manusia melawan pemeliharaan sistem alam. Baik itu bajak atau tanpa bajak, polikultur atau monokultur, intensifikasi kimia atau biologi, teknologi pertanian seringkali berorientasi untuk melawan dinamika alam yang tak terhindarkan. Disisi lain, konsep sintropi yang diaplikasikan dalam pertanian menawarkan kerangka baru untuk menginterpretasi, mengintegrasikan dan menginterdependensikan manusia dan proses alam. Petani sintropi membawa dinamika alam ke dalam sistem produktif, memperoleh keuntungan dari sistem tersebut dan mengatasi paradoks antara produksi makanan dan konservasi lingkungan.
Inovasi ini memiliki konsekuensi dalam epistemologi teknologi. Keputusan manajemen seperti penggunaan sumber daya (pupuk, irigasi), pemangkasan (apa, bagaimana, kapan), dan konsorsium komposisi, dikelompokkan sebagai nilai etika dan moral yang berorientasi pada interpretasi sintropi sebagai fungsi sistem alam. Namun demikian, sebagian besar pertanian sintropi masih dilakukan secara manual, sehingga meningkatkan biaya tenaga kerja dan terbukti menjadi tantangan untuk skala besar. Untuk mengatasi keterbatasan pertanian sintropi, perkembangan teknologi berdampak rendah adalah kunci untuk mendorong potensi skalabilitas. Misalnya, mesin berkapasitas ringan didesain untuk membantu petani menentukan dan mengatur keragaman tanaman yang kompleks, dan secara bersamaan, merespon isu lingkungan secara positif. (contoh lebih lanjut, lihat https://agendagotsch.com/en/peace-farming-technology-preparing-the-beds/).
Keterbatasan pertanian sintropi lainnya adalah penetapan sistem biodiversitas yang membutuhkan rencana dan logistik spesifik. Petani membutuhkan sumber daya yang berkaitan dengan kehutanan dan pertanian pada semua tahap suksesi dalam implementasi. Mereka juga membutuhkan wawasan terkait bagaimana mengatur beragam spesies tumbuhan. Terlepas dari keterbatasan ini, terdapat peningkatan bukti bahwa pertanian sintropi secara ekonomi layak (Tabel 2).
Desain sintropi memungkinkan penutup tanah permanen, pemeliharaan vegetasi bertingkat secara terus-menerus melalui pemangkasan, optimalisasi fotosintesis secara keseluruhan, dan produksi biomassa. Semuanya memiliki tujuan untuk mencegah erosi tanah, meningkatkan pengankapan karbon, melarang penggunaan herbisida, menurunkan kebutuhan irigasi, menstimulasi mikrofauna tanah menguntungkan, dimana menggantikan kebutuhan pupuk dan ketahanan tanaman. Kombinasi beragam faktor tersebut meningkatkan ketahanan secara ekologi dan ekonomi, menguntungkan baik petani dan lingkungan.
*Artikel ini diterjemahkan dari jurnal Andrade D, Pasini F, Scarano FR. 2020. Syntropy and Innovation in Agriculture. Current Opinion in Environmental Sustainability. 45:20–24. DOI: https://doi.org/10.1016/j.cosust.2020.08.003