Matriks Ekologi: Biodiversitas dalam Agroekosistem adalah Keniscayaan

Nawamharrun
3 min readApr 25, 2022

--

https://www.instagram.com/agrosintropia/

Banyak lahan dalam sistem pertanian (peasant) skala kecil yang berdekatan dengan komunias alami atau hutan sekunder memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi dalam agroekosistem. Dalam komunitas pedesaan tradisional, unit produksi pangan dan ekosistem terdekat seringkali terintegrasi ke dalam agroekosistem tunggal di tingkat lanskap. Banyak petani (peasant) yang memelihara dan merawat area ekosistem alami ini baik di dalam maupun berdekatan dengan lahan mereka. Area ekosistem alami seperti hutan, lereng bukit, danau, padang rumput, sungai, rawa dll., berkontribusi dalam menyediakan suplemen makanan, bahan konstruksi, obat-obatan, pupuk organik, bahan bakar, dan lain sebagainya. Area lanskap ekosistem alami yang dikelola oleh beberapa masyarakat adat atau pedesaan memiliki basis ekonomi dan ekologi, misalnya meramban tanama liar sebagai suplemen makanan, bahan mentah untuk konstruksi bangunan, dan sumber daya lain, khususnya ketika produksi pertanian masyarakat menurun. Ekosistem tanaman liar juga menyediakan jasa ekologi kepada petani seperti habitat untuk alam liar dan musuh alami untuk hama pertanian, seresah daun untuk meningkatkan bahan organik, dan residu tanaman untuk mulsa di lahan.

Keuntungan dari lahan yang berdekatan dengan area ekosistem alami adalah meningkatkan keragaman serangga, memperkaya interaksi jaring-jaring makanan, dan menyediakan sumber daya penting untuk meningkatkan kelimpahan dan efisiensi musuh alami terhadap hama di lahan. Habitat alami yang berdekatan dengan lahan pertanian menyediakan sumber daya bagi artropoda menguntungkan yang tidak tersedia di lahan pertanian, seperti inang atau pemangsa alternatif, sumber daya makanan dan air, naungan, iklim mikro yang sesuai, lokasi untuk dorman, pasangan kawin, dan perlindungan dari pestisida. Tentu saja gulma pembatas yang menarik hama dan penyakit harus dikendalikan. Sayangnya, intensifikasi pertanian konvensional mengakibatkan hilangnya keragaman habitat yang berpengaruh besar terhadap keberadaan biodiversitas. Faktanya, perkembanganan sistem monokultur menganggu lanskap pertanian global dan jasa ekosistem. Misalnya, di beberapa negara bagian AS, budidaya jagung untuk bahan bakar mengakibatkan keragaman lanskap yang rendah, menurunkan populasi musuh alami hama, dan mengurangi jasa biokontrol hingga 24%. Hilangnya jasa biokontrol ini mengakibatkan melonjaknya biaya produksi hingga 58 juta dolar per tahun melalui peningkatan penggunaan pestisida dan penurunan hasil.

https://www.instagram.com/agrosintropia/

Pemulihan keragaman lanskap dapat meningkatkan pengendalian biologi hama serangga dalam agroekosistem. Misalnya, tepian lahan tanaman rapa (Brassica napus) yang tidak ditanam dalam waktu yang lama akan meningkatkan laju parasitisme hama serangga utama. Di Hawai, keberadaan tanaman sumber nektar di pinggiran lahan tebu memungkinkan peningkatan populasi dan efisiensi parasit Lixophaga spenophori terhadap hama kumbang (Rhabdoscelus obscurus). Jangkauan parasit dalam suatu lahan berkisar antara 45–60 m dari tanaman sumber nektar yang berada di pinggir lahan. Di California, petani menggunakan batang pohon mati sebagai tempat bernaung parasitoid Anagrus epos terhadap wereng yang menyerang kebun anggur. Namun, peneliti menjelaskan bahwa pengaruh batang pohon sebagai naungan terbatas hanya beberapa baris tanaman anggur yang melawan arah angin. Selain itu, parasitoid A. epos menunjukkan penurunan bertahap seiring dengan meningkatknya jarak antar tempat naungan. Temuan ini menjelaskan keterbatasan penggunaan tanaman pembatas sebagai habitat untuk musuh alami. Selain karena umumnya kolonisasi predator dan parasitoid, juga dibatasi oleh keberadaan naungan yang jauh dari tanaman utama di bagian tengah lahan dalam pengendalian biologi. Untuk mengatasi ini, pengujian dilakukan melalui pembuatan jalur tanaman refugia di dalam lahan yang meningkatkan pergerakan serangga menguntungkan. Studi terebut menunjukkan bahwa pembuatan jalur tanaman refugia melintasi kebun anggur berhasil menarik musuh alami yang berasal dari habitat alami sehingga menyebar secara luas di lahan dengan sistem monokultur. Jalur tanaman refugia ini harus terdiri dari jenis tanaman lokal yang memiliki periode pembungaan terus menerus agar mampu menarik dan memberi tempat bernaung bagi beragam predator dan parasitoid sepanjang musim tanam. Selain itu, jalur tanaman ini juga bisa menghubungkan lahan pertanian dengan habitat ekosistem alami disekitarnya sehingga menciptakan jaringan penyebaran beragam jenis serangga menguntungkan di seluruh area lahan pertanian.

Referensi
Rosset PM dan Altieri MA. 2017. Chapter 1: The principal of agroecology. Di dalam: Agroecology: Science and politics.UK: Practical Action Publishing. Hal. 17–19.

--

--

Nawamharrun
Nawamharrun

Written by Nawamharrun

Indigenous Ecological Knowledge

No responses yet