Desain Ulang Pertanian Untuk Kedaulatan dan Subsidiaritas Pangan

Nawamharrun
5 min readJul 28, 2021

--

Ilustrasi pertanian regeneratif @https://www.corneliali.com/

Dunia membutuhkan perubahan paradigma dalam perkembangan pertanian: dari pendekatan revolusi hijau menuju intensifikasi ekologi. Hal ini berdampak pada perubahan yang cepat dan signifikan dari konvensional, yakni monokultur dan ketergantungan akan input produk industri eksternal yang tinggi, menuju sistem produksi berkelanjutan, regeneratif yang mempertimbangkan perbaikan produktivitas petani skala kecil. Perlahan kita harus berpindah dari manajemen linier menuju manajemen holistik, yang mengakui bahwa petani bukan hanya produsen pertanian tapi juga pengelola sistem agro-ekologi yang menyediakan beragam barang dan jasa seperti air, tanah, lanskap, energi, keanekaragaman hayati, dan rekreasi).

Wake up before it is too late, UNCTAD Report (2013)

Transformasi menuju budaya regeneratif tentu perlu melihat lebih dekat bagaimana dinamika sosial yang terjadi dalam cara kita memenuhi kebutuhan makanan. Sektor primer yakni pertanian menjadi landasan yang kuat dari perkembangan budaya regeneratif. Kabar baiknya, hingga sekarang telah banyak pihak yang berkomitmen mempromosikan praktik pertanian yang lebih regeneratif, restoratif dan berkelanjutan ketimbang mempertahankan praktik revolusi hijau.

Pertanian organik, biodynamic, berkelanjutan, agroforestri, agroekologi, permakultur dan pertanian regeneratif hanyalah sebagian istilah dalam menggambarkan metodologi yang saling terkait dan melengkapi. Disatu sisi, praktik pertanian industri yang masih dijalankan saat ini tidak hanya sangat tidak ekonomis (jika input energi dan pupuk dihitung biayanya), juga mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas lapisan top soil di seluruh belahan dunia, tempat kita dan sebagian besar sumber kehidupan.

Terlepas dari banyaknya disinformasi, sebagian besar penelitian yang didanai oleh agribisnis kimia, adanya kesalahpahaman bahwa pertanian organik lokal tidak dapat memberi makan dunia akhirnya dapat dipatahkan. Faktanya, peradaban manusia telah memberi makan dirinya sendiri melalui pertanian lokal skala kecil yang menggunakan teknik alami untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tanah dan juga hasil pertanian. Bahkan dengan populasi global yang meningkat cepat selama satu abad terakhir, sebagian besar makanan yang diproduksi berasal dari pertanian lokal skala kecil dan ditanam oleh perempuan.

Tinjauan tahun 2013 oleh Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menyimpulkan bahwa respons terhadap perubahan iklim dan tantangan produksi makanan untuk memenuhi kebutuhan populasi manusia hingga 9 miliar, dapat tercapai bilamana dilakukan perubahan transformatif dalam sistem pertanian, pangan, dan perdagangan. Kita perlu meningkatkan keragaman spesies dalam lahan pertanian, mengurangi penggunaan pupuk sintesis dan input eksternal lainnya, dan mendukung petani lokal skala kecil untuk menciptakan sistem pangan lokal yang dinamis dan tangguh. Di antara tantangan atau pertanyaan kunci dalam laporan tersebut adalah:

1. Bagaimana caranya meningkatkan kandungan karbon tanah, mengoptimalkan integrasi antara produksi tanaman dengan ternak, mengintegrasikan agroforestri dan vegetasi liar ke dalam budidaya pertanian?

2. Bagaimana caranya menurunkan emisi gas rumah kaca yang berasal dari produksi ternak?

3. Bagaimana caranya menurunkan emisi gas rumah kaca melalui manajemen lahan gambut, hutan dan padang rumput secara berkelanjutan?

4. Bagaimana caranya mengoptimalkan penggunaan pupuk organik dan inorganik melalui pendekatan siklus nutrisi lingkaran tertutup?

5. Bagaimana caranya mengurangi limbah dari hasil rantai pasok makanan?

6. Bagaimana caranya mempengaruhi perubahan pola konsumsi makanan yang ramah terhadap iklim?

7. Bagaimana caranya memberantas mafia perdagangan internasional untuk makanan dan pertanian?

“La Via Campesina” merupakan gerakan internasional petani, masyarakat indigenus, petani perempuan, migran pertanian, dan buruh tani yang merepresentasikan lebih dari 200 juta produsen primer pertanian skala kecil hingga menengah yang mencakup 164 organisasi lokal dan internasional dalam 73 negara. Tujuan utama dari gerakan ini adalah untuk merealisasikan kedaulatan pangan dan menciptakan rantai pangan yang mandiri sebagai bentuk perlawanan terhadap globalisasi ekonomi oleh sebagian kecil perusahaan multinasional.

Gerakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa petani kecil, termasuk nelayan, penggembala dan masyarakat indigenus, yang populasinya mencapai setengah dari penduduk dunia, mampu menghasilkan makanan untuk komunitas mereka sendiri dan memberi makan masyarakat dunia dengan cara yang sama yakni berkelanjutan dan sehat.

Tanpa kedaulatan pangan, masyarakat komunitas dan daerah akan kehilangan resiliensi sosial ekonomi. Kedaulatan pangan menggambarkan hak-hak masyarakat atas pangan yang sehat dan layak yang diproduksi melalui metode berkelanjutan, dan hak untuk mengelola sistem pangan dan pertanian mereka sendiri. Penguatan kedaulatan pangan lokal merupakan strategi yang ampuh dalam merespon krisis pangan, ketimpangan (kemiskinan) dan perubahan iklim saat ini. Penerapan kedaulatan pangan akan mengarah pada sistem pertanian yang lebih terdesentralisasi dan lebih beragam yang terhubung ke dalam ekonomi pangan lokal. Hal ini tentu meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dan resilien.

Kedaulatan pangan mengutamakan produksi dan konsumsi pangan lokal. Konsep ini memberikan hak untuk melindungi produsen lokal dari produk impor yang murah dan untuk mengontrol produksi. Selain itu, konsep ini memastikan bahwa hak untuk menggunakan dan mengelola tanah, wilayah, air, benih, ternak dan keanekaragaman hayati berada di tangan mereka yang memproduksi makanan, bukan dari sektor korporasi. Oleh karena itu, pelaksanaan reforma agraria sejati menjadi salah satu prioritas utama dari gerakan petani.

La Via Campesina (2011)

Tanpa kedaulatan pangan, air, dan energi di tingkat lokal, subsidiaritas akan tetap menjadi cita-cita politik. Subsidiaritas menggambarkan prinsip bahwa setiap otoritas (politik) pusat harus memiliki fungsi koordinasi tambahan, yakni hanya melakukan tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan di tingkat lokal, dan keputusan harus diambil sedekat mungkin melibatkan masyarakat lokal yang terkena dampaknya. Tanpa subsidiaritas, kita tidak akan mampu meningkatkan inovasi transformatif berbasis lokal yang menarik partisipasi masyarakat luas untuk menciptakan transisi ke budaya regeneratif. Perjanjian perdagangan global dan kebijakan pertanian saat ini telah mengabaikan subsidiaritas dan hak dasar rakyat atas kedaulatan pangan.

Gerakan Slow Food global, yang didirikan oleh Carlo Petrini dari Italia, bertujuan untuk mempromosikan produksi makanan yang baik, bersih, dan adil, serta memelihara hubungan yang sehat antara makanan dan budaya lokal, politik, pertanian, dan lingkungan. Salah satu peran Slow Food adalah untuk mengkatalisasi penciptaan Terra Madre, yakni jaringan yang terdiri dari organisasi, koperasi produsen dan komunitas makanan di 160 negara. Slow Food menerbitkan sebuah dokumen penting tentang The Central Role of Food, melalui renungan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana caranya menguatkan dan menciptakan ulang sistem pangan yang berpedoman pada kesehatan tanah?

2. Apa hubungan antara makanan, air dan udara yang sehat?

3. Bagaimana caranya mempromosikan makanan yang baik, bersih, dan adil, juga mempertahankan biodiversitas ekosistem?

4. Apa peran yang dimainkan oleh makanan dan pertanian dalam manajemen lanskap lokal?

5. Bagaimana caranya mempromosikan pentingnya makanan yang baik, bersih, dan adil dalam kesehatan manusia sebagai jalan untuk mendorong produsi dan konsumsi makanan secara berkelanjutan?

6. Apa peran yang dimainkan oleh makanan dan produksi makanan lokal dalam manajemen keragaman biodiversitas, pengetahuan dan kearifan lokal?

7. Apa peran budaya makanan dalam mempromosikan kesenangan, hubungan sosia, keramahan, dan berbagi dengan sesama?

Slow Food aktif membantu masyarakat untuk tetap tinggal di perdesaan, mendorong generasi muda untuk kembali bertani, mendorong proyek kebun pangan di perkotaan sekaligus menciptakan jaringan produsen yang menghubungkan antara konsumen perkotaan secara langsung dengan produsen perdesaan. Organisasi ini juga aktif bekerja sama mengurangi limbah makanan sebagai akibat langsung dari kegagalan sistem struktural dalam sistem pertanian industri global yang mengubah makanan menjadi subyek komoditas.

Kedaulatan pangan lokal dan penciptaan ekonomi kerakyatan lokal merupakan prasyarat bagi demokrasi partisipatif dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang dinamis. Partisipasi masyarakat yang luas dalam penguatan ekonomi pangan lokal membutuhkan pertukaran informasi yang terbuka, pendidikan dan pembelajaran seumur hidup. Oleh karena itu, Slow Food terlibat dalam pendidikan sebagai sarana perubahan budaya untuk mempromosikan dan mendukung “kebersamaan, keramahan, skala kecil dan perlindungan kebaikan bersama”.

Banyak organisasi internasional yang telah mempromosikan desain ulang pertanian regeneratif, perlindungan benih heirloom dari monopoli perusahaan, dan penciptaan ekonomi pangan lokal berlandaskan kedaulatan pangan, air dan benih, seperti The International Society for Ecology and Culture, didirikan oleh Helena Norberg-Hodge dan Navdanya didirikan oleh Vandana Shiva. Semangat ekonomi pangan lokal dalam mendukung produksi dan konsumsi lokal harus terus digaungkan demi kedaulatan masyarakat dan sebagai bentuk perlawanan terhadap monopoli pangan perusahaan global.

*Artikel merupakan ringkasan dari Wahl DC. 2016. Designing regenerative cultures. Axminster (England): Triarchy Press.

--

--

Nawamharrun
Nawamharrun

Written by Nawamharrun

Indigenous Ecological Knowledge

No responses yet