Campesino a Campesino: Metodologi Tiyang Tani Ala Amerika Latin

Nawamharrun
4 min readNov 3, 2020

--

Tiyang Tani Guatemala yang sedang berbagi cerita terkait kondisi pertanian mereka (foodfirst.org).

Disaat riset dan metode ekstensi konvensional pertanian secara top-down menunjukkan kejemuan dalam mengembangkan dan menyebarluaskan praktek pertanian agroekologi, gerakan sosial dan metodologi sosial yang dinamis menunjukkan keuntungan yang signifikan (Rosset et al. 2011; McCune 2014).

Gerakan sosial yang melibatkan banyak orang, dalam hal ini tiyang tani, petani dalam jumlah besar, terwadahi oleh organisasi independen seperti poktan atau gapoktan, menunjukkan keuntungan dalam meningkatkan laju, penyebaran, dan adopsi inovasi pertanian. Fakta bahwa agroekologi didasari oleh penerapan prinsip yang berkaitan dengan realita setempat, telah menjadikan pengetahuan lokal dan kepekaan petani sangat dibutuhkan dalam penerapan agroekologi. Hal ini berkebalikan dengan praktek konvensional, dimana petani mengikuti rekomendasi pestisida dan pupuk yang telah ditentukan oleh penyuluh pertanian atau agen penjualan. Metode yang mana menempatkan penyuluh sebagai aktor utama dan petani sebagai objek pasif, dalam kebanyakan kasus, akan menekan jumlah dan kemampuan petani yang bisa dijangkau oleh penyuluh dalam menyerap inovasi pertanian (Rosset et al. 2011).

Petani Meksiko sedang mendemonstrasikan teknis budidaya kepada petani lainnya (sedepachuasteca.org)

Campesino a Campesino (Petani untuk Petani, CaC) bisa dibilang adalah cara tersukses dalam mengintroduksi inovasi pertanian melalui metodologi pembelajaran antar petani. CaC adalah gaya komunikasi horisontal, proses sosial, dan sebuah metodologi yang berdasar pada kemampuan petani untuk menemukan invoasi dan solusi atas permasalahan pertanian umum yang mereka alami atau mereka menemukan kembali solusinya melalui pertanian tradisional. Selain itu, CaC juga memberikan keleluasaan bagi petani untuk berekspresi dan berbagi dengan petani lainnya dalam menyikapi berbagai permasalahan melalui ruang-ruang kelas diskusi.

Prinsip dasar CaC adalah petani lebih mempercayai dan meniru petani lain yang sukses menggunakan cara-cara alternatif di lahan mereka dibandingkan menerima anjuran dari penyuluh pertanian.

Petani akan lebih percaya lagi jika mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri tentang bagaimana petani lainnya berhasil menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang menimpa sebagian besar petani di lahan meraka (Rosset et al. 2011).

Walaupun pertanian konvensional mampu mendemobilisasi petani, CaC justru memobilisasi petani sebagai aktor protagonis dalam proses menghasilkan dan berbagi teknologi pertanian lokal. CaC sebagai metode partisipatif yang berdasarkan kebutuhan, budaya, dan kondisi lingkungan petani lokal setempat. CaC melibatkan pengetahuan, antusiasme dan kepemimpinan dalam menemukan, mengenali, memanfaatkan dan menyosialisasikan kekayaan pengetahuan petani lokal yang berkaitan dengan kondisi historis dan identitas mereka. Dalam ekstensi konvensional, tujuan penyuluh seringkali menggantikan pengetahuan petani lokal dengan pengenalan bahan kimia, benih dan mesin pertanian melalui proses top-down dimana edukasi lebih mirip domestikasi (Freire 1973; Rosset et al. 2011).

Ekstensi pertanian konvensional dengan Campesino a Campesino (Rosset dan Altieri 2017)

Eric Holt-Giménez (2006) secara ekstensif mendokumentasikan pengalaman gerakan sosial CaC petani Mesoamerika menggunakan metodologi pengenalan praktek pertanian agroekologi, dimana ia menyebutnya sebagai “pedagogi tiyang tani”.

Kuba adalah salah satu negara yang menerapkan keberhasilan metodologi sosial CaC ketika Asosiasi Petani Kecil Nasional (National Association of Small Farmers, ANAP), anggota La Via Campesina, mengadopsi CaC dengan kesadaran dan tujuan untuk membentuk gerakan akar rumput agroekologi di dalam organisasi nasional tersebut (Machín Sosa et al. 2010, 2013 dan Rosset et al. 2011). Kurang dari 10 tahun, proses transformasi produksi menuju sistem pertanian yang terintegrasi dan terdiversifikasi secara agroekologi, telah menyebar lebih dari sepertiga petani lokal di Kuba. Selama periode tersebut, kontribusi total produksi petani lokal terhadap produksi nasional melonjak secara dramatis, dengan kelebihan lainnya mereka mengurangi penggunaan agrokimia, mengurangi pembelian benih dan pupuk (lebih berdaulat) dan lebih resilien terhadap ancaman krisis iklim di masa mendatang (Machín Sosa et al. 2013).

Pertumbuhan pertanian yang pesat di Kuba melebihi negara Amerika Tengah lainnya dikarenakan oleh keterlibatan ANAP sebagai aspirasi petani kecil dan promosi metodologi CaC.

*disarikan dari “ Agroecology: Science and Politics”. Rosset P and Altieri Miguel A. 2017. Canada: Fernwood Publishing.

Referensi

Freire, Paulo. 1970. Pedagogy of the Oppressed. New York: Seabury Press.

Holt-Giménez, E. 2006. Campesino a Campesino: Voices from Latin America’s Farmer to Farmer Movement for Sustainable Agriculture. Oakland: Food First Books.

Machín Sosa, B., A.M. Roque, D.R. Ávila and P. Rosset. 2010. “Revolución agroecológica: el movimiento de Campesino a Campesino de la anap en Cuba.” Cuando el campesino ve, hace fe. Havana, Cuba, and Jakarta, Indonesia: anap and La Vía Campesina.

Machín Sosa, B., A.M.R. Jaime, D.R.Á. Lozano, and P.M. Rosset. 2013. “Agroecological revolution:The farmer-to-farmer movement of theanap
in Cuba.” Jakarta: La Vía Campesina.

McCune, Nils. 2014. “Peasant to peasant: The social movement form of agroecology.” Farming Matters, June: 36–37.

Rosset, P.M., B. Machín Sosa, A,M, Jaime and D.R. Lozano. 2011. “The campesino-to-campesino agroecology movement of anap in Cuba: social process methodology in the construction of sustainable peasant agriculture and food sovereignty.” Journal of Peasant Studies, 38, 1: 161–191.

--

--

Nawamharrun
Nawamharrun

Written by Nawamharrun

Indigenous Ecological Knowledge

No responses yet